ANALISIS KEPUTUSAN MAJELIS TARJIH MUHAMMADIYAH TENTANG IMUNISASI
ANALISIS KEPUTUSAN MAJELIS TARJIH MUHAMMADIYAH
TENTANG IMUNISASI
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih
lagi Maha Panyayang, Saya panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah Kebidanan Dalam Islam dengan Judul “Analisis Keputusan
Majelis Tarjih Muhammadiyah Tentang Imunisasi”.
Makalah Kebidanan Dalam Islam ini telah saya susun
dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat
memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima
kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Saya menyadari sepenuhnya
bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata
bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan
kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini. Akhir kata
kami berharap semoga makalah “Analisis Keputusan Majelis Tarjih Muhammadiyah
Tentang Imunisasi” ini dapat memberikan manfaat bagi pembacanya.
Yogyakarta, November 2018
Penyusun
Penyusun
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………......
DAFTAR ISI………………………………………………………………....
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah………..…...………………………………...
B.
Tujuan…………………………..………………………………..........
BAB
II TINJAUAN TEORI
A.
Pengertian
Imunisasi...........………………...………………………......
B.
Macam-macam imunisasi....……………………………………………
C.
Bahan-bahan
vaksinasi..........................……….……………………...
D.
Dampak
Vaksinasi............................………...………………………..
E.
Pandangan Islam tentang
vaksinasi..............................……………….
F.
Masalah berkaitan dengan
imunisasi di masyarakat.............................
BAB
III PENUTUP
A.
Simpulan………………………………………………………………
B.
Saran………………………………………………………………......
DAFTAR
PUSTAKA………………………………………………………...
|
ii
iii
1
1
2
2
3
3
5
9
10
10
11
|
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Imunisasi dari kata imun berasal dari
bahasa Latin „immunitas‟ yang berarti pembebasan (kekebalan) yang diberikan
kepada para senator Romawi selama masa jabatan mereka terhadap kewajiban
sebagai warganegara biasa dan terhadap dakwaan. Dalam sejarah, istilah ini kemudian
berkembang sehingga pengertiannya berubah menjadi perlindungan terhadap
penyakit, dan lebih spesifik lagi, terhadap penyakit menular. Sistem imun
adalah suatu sistem dalam tubuh yang terdiri dari sel-sel serta produk zat-zat
yang dihasilkannya, yang bekerja sama secara kolektif dan terkoordinir untuk
melawan benda asing seperti kuman-kuman penyakit atau racunnya, yang masuk ke
dalam tubuh.Kuman disebut antigen. Pada saat pertama kali antigen masuk ke
dalam tubuh, maka sebagai reaksinya tubuh akan membuat zat anti yang disebut
dengan antibodi. Pada umumnya, reaksi pertama tubuh untuk membentuk antibodi
tidak terlalu kuat, karena tubuh belum mempunyai “pengalaman.” Tetapi pada
reaksi yang kedua, ketiga dan seterusnya, tubuh sudah mempunyai memori untuk mengenali
antigen tersebut sehingga pembentukan antibodi terjadi dalam waktu yang lebih
cepat dan dalam jumlah yang lebih banyak. Itulah sebabnya, pada beberapa jenis
penyakit yang dianggap berbahaya, dilakukan tindakan imunisasi atau vaksinasi.
Hal ini dimaksudkan sebagai tindakan pencegahan agar tubuh tidak terjangkit
penyakit tersebut, atau seandainya terkena pun, tidak akan menimbulkan akibat
yang fatal.
B.
Tujuan
Mengetahui
pemberian imunisasi atau vaksin dalam pandangan tarjih Muhammadiyah
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
A.
Pengertian
Imunisasi
Secara literal, imunisasi berasal dari
kata ‘imun’ yang berarti kebal terhadap suatu penyakit. Imunisasi adalah
pemberian kekebalan tubuh terhadap suatu penyakit dengan memasukkan sesuatu ke
dalam tubuh agar tubuh tahan terhadap penyakit yang sedang mewabah atau
berbahaya bagi seseorang. Imunisasi terdiri dari dua macam, yaitu imunisasi
pasif dan imunisasi aktif. Imunisasi pasif merupakan kekebalan bawaan dari ibu
terhadap penyakit. Sedangkan imunisasi aktif merupakan kekebalan yang harus
didapat dari pemberian bibit penyakit lemah yang mudah dikalahkan oleh
kekebalan tubuh yang berguna membentuk antibodi terhadap penyakit yang sama,
baik yang lemah maupun yang kuat. Dengan demikian ‘imunisasi’ berarti
pengebalan terhadap suatu penyakit.
Prosedur pengebalan tubuh terhadap
penyakit melalui teknik vaksinasi. Kata ‘vaksin’ itu sendiri berarti senyawa
antigen yang berfungsi untuk meningkatkan imunitas atau sistem kekebalan tubuh
terhadap virus. Itulah sebabnya imunisasi identik dengan vaksinasi. Vaksin
terbuat dari virus yang telah dilemahkan dengan menggunakan bahan tambahan
seperti formaldehid dan thyrmorosal.
B.
Macam-Macam
Imunisasi
Di antara jenis vaksin diantaranya yaitu
hepatitis untuk mengusahakan kekebalan hati terhindar dari penyakit, polio
untuk mengusahakan atropi otot sehingga kebal dari penyakit dan jika kebal
manfaatnya antara lain bentuk kaki lurus atau normal tidak seperti huruf O atau
huruf X, dan kelumpuhan, rubella supaya kebal dari serangan campak, BCG (Bacillus
Calmitte Guerine) untuk mencegah serangan TBC (Tuber Culocis), DPT (Dipteri
Portucis Tetanus) mencegah timbulnya penyakit gomen atau sariawan dan batuk
rejan serta tetanus, MMR (Measless Mumps Rubella). Di Indonesia, praktik
vaksinasi-imunisasi terhadap balita (bayi di bawah umur lima tahun) antara
lain: hepatitis B, BCG, polio, MMR, IPV, dan DPT. Vaksinasi-imunisasi bahkan
telah diprogramkan secara internasional oleh WHO (World Health
Organization).
C.
Bahan-Bahan
Vaksinasi
Materi yang digunakan sebagai bahan
vaksin ada dua macam yaitu:
1. bahan
alami, antara lain: enzim yang berasal dari babi, seline janin bayi, organ
bagian tubuh seperti: paru-paru, kulit, otot, ginjal, hati, thyroid, thymus,
dan hati yang diperoleh dari aborsi janin. Vaksin polio terbuat dari babi; atau
campuran dari ginjal kera, sel kanker manusia, dan cairan tubuh hewan tertentu
antara lain serum dari sapi atau nanah dari cacar sapi, bayi kuda atau darah
kuda dan babi, dan ekstrak mentah lambung babi, jaringan ginjal anjing, sel ginjal
kera, embrio ayam, dan jaringan otak kelinci.
2. Bahan
yang berasal dari unsur kimia antara lain: merkuri, formaldehid, aluminium,
fosfat, sodium, neomioin, fenol, dan aseton.
D.
Dampak
Vaksinasi
Dampak pemberian vaksinasi terhadap
balita [bayi umur lima tahun ke bawah, selanjutnya cukup disebut balita]
berdasar laporan-laporan resmi secara garis besar ada dua macam:
1. Berbahaya.
Kongres Amerika
Serikat (AS) membentuk “The National Chilhood Vaccib Injury act” berkesimpulan
vaksinasi menyebabkan luka dan kematian, Dr William Hay berpendapat “tidak
masuk akal memikirkan bahwa anda menyutikkan nanah ke dalam tubuh anak kecil
dan proses tertentu akan meningkatkan kesehatannya. WHO yaitu organisasi
kesehatan dunia menemukan bahwa anak yang divaksinasi campak memiliki peluang
15 kali lebih besar untuk diserang campak. Banyak penelitian medis mencatat
kegagalan vaksinasi campak, gabag, polio, gondong juga terjadi dipemukiman
penduduk yang diimunisasi.
2. Bermanfaat.
Disimpulkan
bahwa imunisasi merupakan sebab utama penurunan jumlah penyakit. Dicatat oleh
‘The Brithis Association for the Advancement of Science”menemukan bahwa di
Amerika Serikat dan Enggris mengalami penurunan penyakit sebanyak 80 % hingga
90 %. Umumnya di Indonesia seperti kita alami, dulu ketika masih kecil yang
bekas-bekasnya masih jelas hingga sekarang, benar adanya menjadikan ada
imunitas dalam tubuh kita. Jadi secara real (nyata), imunisasi ada menfaatnya
bagi kesehatan.
Disebutkan pula
bahwa secara umum vaksinasi-imunisasi cukup aman karena keuntungan perlindungan
jauh lebih besar dari pada efek samping yang mungkin ditimbulkan.
Memang, kegagalan vaksinasi-imunisasi
terjadi pada saat rintisan teknologi itu. Dengan demikian laporan WHO [World
Health Organization] tentang efek buruk vaksinasi-imunisasi itu benar adanya.
Akan tetapi, penelitian, penyempurnaan di bidang kesehatan terus dilakukan
sehingga efek buruk dari vaksinasi-imunisasi itu dapat dikuramngi bahkan sekuat
tenaga dinetralisir. Sehingga, perkembangan selanjutnya terdapat penyempurnaan
di berbagai unsur. Perkembangan selanjutnya, formula vaksinasi-imunisasai lebih
bagus, lebih halus, dan lebih aman, sehingga ada manfaatnya bagi usaha
meningkatkan sistem kekebalan tubuh manusia, termasuk balita bagi
vaksinasi-imunisasi mereka seperti: MMR , DPT, BCG, IPV, dan polio.
E.
Pandangan
Islam Tentang Vaksinasi Imunisasi
Sebelum Rasulullah wafat, tepatnya
ketika beliau khutbah pada haji wada’, haji terakhir beliau atau dikenal
sebagai haji perpisahan beliau dengan umat Islam, sempat berwasiat:
“Aku tinggalkan
kepadamu dua perkara. Kamu tidak akan tersesat selamanya selagi berpegang teguh
keduanya, yaitu Alquran dan Sunnah Rasulnya – al-Hadis; Iwan Gayo, 2008:
36).
Oleh karena masalah vaksinasi-imunisasi
belum terjadi pada masa Rasulullah, maka belum ada petunjuk sedikitpun tentang
imunisasi. Terhadap masalah yang bersifat kontemporer menjadi lapangan dan
lahan bagi para ulama untuk melakukan ijtihad menemukan solusi hukum perkara
tersebut haram atau halal, baik atau buruk, bermanfaat atau berbahaya bagi
kesehatan.
Gerakan anti vaksin
menjadi topik yang seperti tidak pernah ada habisnya karena penolakan sebagian
orangtua terhadap vaksinasi anak bukan hal yang baru. Bukan hanya di Indonesia
di pelbagai belahan dunia gerakan anti vaksin pernah dan masih terjadi.
Berbagai alasan menjadi latar belakang gerakan ini mulai karena latar belakang
isu politik, perdebatan halal-haram, alasan kebebasan individu maupun alasan
ketakutan lainnya. Menanggapi maraknya penolakan vaksin Muhammadiyah sebagai organisasi islam
yang berperan dalam dunia kesehatan maka Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan
Pusat Muhammadiyah membahas tentang penggunaan vaksin ditinjau dari sumber
Al-qur’an dan Assunah serta manfaat yang ada, Beberapa pertimbangan yang telah
dilakukan maka Majelis tarjih memutuskan bahwa vaksinasi dan imunisasi Mubah
atau boleh dilakukan karena beberapa alasan diantaranya
1.
Terdapat sejumlah anak balita yang menderita kelainan sistem
kekebalan tubuh yang memerlukan vaksin khusus yang diberikan secara injeksi
(IPV). Jika anak-anak yang menderita kelainan sistem kekebalan tubuh tersebut
tidak diimunisasi, mereka akan menderita penyakit polio serta sangat
dikhawatirkan pula mereka akan menjadi sumber penyebaran virus polio.
2.
Vaksin adalah sebuah senyawa antigen yang terbuat dari virus
yang telah dimatikan atau dilemahkan Pada dasarnya vaksin berfungsi untuk
meningkatkan sistem kekebalan (imunitas) pada tubuh terhadap virus, yang
biasanya dilakukan pada bayi, balita, dan ibu hamil. Adapun usaha memberikan
vaksin ke dalam tubuh untuk menghasilkan sistem kekebalan tubuh terhadap
penyakit/virus disebut vaksinasi. Di Indonesia praktik vaksinasi yang dilakukan
terutama pada bayi dan balita adalah hepatitis B, BCG, polio, dan DPT.
3.
Banyak jenis vaksin yang bersumber dari bahan-bahan yang
diharamkan, terutama enzim tripsin yang berasal dari pangkreas
babi. Menurut keterangan Prof. Dr. H. Jurnalis Uddin, bahwa dalam proses
pembuatan vaksin polio diperlukan bahan dari babi yang disebut enzim
tripsin. Tanpa enzim tripsin tersebut tidak mungkin vaksin
polio dapat dibuat. Enzim tripsin babi bukanlah bahan baku
vaksin, namun hanya dipakai sebagai enzim katalisator pemisah sel.
4.
Tidak digunakannya enzim tripsin sapi atau
domba, menurut PT. Biofarma perusahaan yang memproduksi vaksin di Indonesia,
karena memerlukan waktu penelitian yang cukup lama dan dana yang besar. Belum
ada satu pun perusahaan farmasi di dunia yang memakai enzim tripsin selain
babi. Artinya tidak ada pilihan lain, sementara untuk membentengi anak-anak
dari serangan virus polio merupakan satu keharusan. Jika tidak, akan terjadi
malapetaka yang akan diderita seumur hidup.
Beberapa
ayat al-Qur’an dan hadis Nabi Muhammad saw yang dapat dijadikan sandaran
untuk menghukumi masalah vaksin adalah sebagai berikut:
[وَلاَ تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ
[البقرة، 2: 195
Artinya:
“…dan
janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, …” [QS. al-Baqarah (2): 195]
عَنْ
جَابِرٍ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ
لِكُلِّ دَاءٍ دَوَاءٌ فَإِذَا أُصِيبَ دَوَاءُ الدَّاءِ بَرَأَ بِإِذْنِ اللَّهِ
[رواه
مسلم وأحمد والنسائي واللفظ لمسلم]
Artinya:
“Diriwayatkan
dari Jabir, dari Rasulullah saw, bahwasanya beliau bersabda: Setiap penyakit
ada obatnya, maka penyakit telah dikenai obat, semoga sembuh dengan izin
Allah.” [HR.
Muslim, Ahmad dan an-Nasai]
عَنْ أَبِي
الدَّرْدَاءِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ
اللهَ أَنْزَلَ الدَّاءَ وَالدَّوَاءَ وَجَعَلَ لِكُلِّ دَاءٍ دَوَاءً
فَتَدَاوَوْا وَلاَ تَدَاوَوْا بِحَرَامٍ
Artinya: “Diriwayatkan
dari Abu Darda’, ia berkata: Rasulullah saw bersabda: Sesungguhnya Allah telah
menurunkan penyakit dan obat. dan menjadikan bagi setiap penyakit akan obatnya.
Maka hendaklah kamu berobat, tetapi janganlah kamu berobat dengan sesuatu yang
haram.” [HR. Abu Dawud]
Mencermati
dalil-dalil di atas, dapat diambil pengertian bahwa manusia harus senantiasa
menjaga diri agar tidak terkena penyakit yang bisa merusak tubuhnya, dan sudah
seharusnya berobat jika menderita sakit, sepanjang tidak berobat dengan sesuatu
yang haram. Dalam kasus beberapa penyakit cukup berbahaya bagi manusia. Di sisi
lain, vaksin yang merupakan sarana untuk menghindarkan diri dari penyakit yang
berbahaya ini, mengandung unsur babi yang jelas haram dimakan dagingnya,
meskipun bukan merupakan bahan baku, melainkan sekedar alat (perantara) untuk
memisah sel. Dalam kajian hukum, menghindarkan diri dari penyakit
merupakan hajah (kebutuhan), meskipun harus menggunakan vaksin
yang memanfaatkan enzim tripsin dari babi. Hal ini sesuai
dengan kaidah fiqhiyah yang berbunyi:
الحَاجَةُ
تَنْزِلُ مَنْزِلَةَ الضَّرُورَةِ
Artinya: “Kebutuhan itu
menduduki tempat darurat.”
Demikian pula, babi adalah mafsadah, polio
juga mafsadah. Menghadapi dua hal yang sama-sama mafsadah ini,
harus dipertimbangkan mana yang lebih besar madlaratnya dengan memilih yang lebih
ringan madlaratnya. Oleh karena itu, dalam rangka membentengi penyakit polio
dibolehkan menggunakan vaksin tersebut. Hal ini sesuai dengan kaidah:
إِذَا تَعَارَضَ
مَفْسَدَتَانِ رُعِيَ أَعْظَمُهُمَا ضَرَرًا بِارْتِكَابِ أَخَفِّهِمَا
Artinya: “Apabila
bertentangan dua mafsadah, maka perhatikan mana yang lebih besar madlaratnya
dengan dikerjakan yang lebih ringan mafsadahnya.”
Sebagai kesimpulan, bahwa vaksinasi yang memanfaatkan enzim
tripsin dari babi hukumnya adalah mubah atau boleh, sepanjang belum ditemukan
vaksin lain yang bebas dari enzim itu. Sehubungan dengan itu, kami menganjurkan
kepada pihak-pihak yang berwenang dan berkompeten agar melakukan
penelitian-penelitian terkait dengan penggunaan enzim dari binatang selain babi
yang tidak diharamkan memakannya. Sehingga suatu saat nanti dapat ditemukan
vaksin yang benar-benar bebas dari barang-barang yang hukum asalnya adalah
haram.
F.
Masalah
yang Berkaitan dengan Imunisasi di Masyarakat
Pada saat imunisasi pada anak anak masih
menjadi pro kontra dalam masyarakat. Ada beberapa komunitas masyarakat yang
masih tidak setuju apabila anaknya diimunisasi ada berbagai alasan dan pendapat
mereka menolak untuk melakukan imunisasi. Sebagai salah satu tenaga kerja yaitu
Bidan yang bergerak dalam kesehatan ibu dan anak serta mendukung program
pemerintah. Bidan juga bertugas memberikan imunisasi pada anak sebagai upaya
preventif untuk mencegah terjadinya penyakit yang berbahaya.
BAB IV
PENUTUP
A.
Simpulan
Berdasarkan
maraknya kasus tentang penolakan Muhammadiyah sebagai salah salah satu
organisasi islam yang bergerak salah satunya dalam dunia kesehatan membahas
permasalan ini dalam Majelis Tarjih dan tajdid berdasarkan beberapa
pertimbangan diantara manfat dari vaksin dan sebagai upaya pencegahan terhadap
penyakit serta pertimbangan beberapa dalil – dalil dalam Al – quran dan Assunah
maka Majelis Tarih dan tajdid Muhammadiyah memutuskan vaksinasi atau imunisasi
hukumnya mubah atau boleh dilakukan, walaupun vaksinasi yang memanfaatkan enzim
tripsin dari babi sepanjang belum ditemukan vaksin lain yang bebas
dari enzim itu. Sehubungan dengan itu, kami menganjurkan kepada pihak-pihak
yang berwenang dan berkompeten agar melakukan penelitian-penelitian terkait dengan
penggunaan enzim dari binatang selain babi yang tidak diharamkan memakannya.
Sehingga suatu saat nanti dapat ditemukan vaksin yang benar-benar bebas dari
barang-barang yang hukum asalnya adalah haram.
B.
Saran
Dengan
adanya pembuatan makalah ini, kelompok mengharapkan dapat menambah wawasan
pembaca khususnya bagi para bidan pemula yang sedang kiat-kiatnya dalam
menambah wawasan keislaman untuk menuju bidan yang ahli, professional dan
berwawasan luas dalam menangani masalah-masalah kesehatan yang ada di masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen
Agama RI. (2009). Al-Qur’an dan
Terjemahan. Jakarta:Pustaka Al-Fatih
Kemenkes. (2018). Fatwa MUI Bolehkah Imunisasi
Campak dan Rubela, Kemenkes Fokus Turunkan Beban dan Dampak Penyakit Tersebut. Artikel. (Online). Jakarta:Kemenkes RI,
(http://depkes.go.id,
diakses pada tanggal 9 November 2018
pukul 20.30 WIB)
PP ‘Aisyiyah. (2009). Hukum Vaksin. Artikel. (Online). Yogyakarta: Majelis
Tarjih dan Tajdid, (http://tarjih.or.id,
diakses pada tanggal 9 November
2018 pukul 20.30 WIB)
Ranuh, dkk. (2011). Buku Imunisasi di Indonesia. Jakarta: Satgas Imunisasi IDAI
Utami, Suri Putri. (2017). Vaksinasi Dalam Pandangan
Islam. Artikel. (Online). Yogyakarta:’Aisyiyah,
(http://aisyiyah.or.id,
diakses pada tanggal 9 November 2018 pukul 20.30 WIB)
Komentar
Posting Komentar