CLINICAL PROSEDUR PLASENTA PREVIA KEGAWATDARURATAN DALAM KEBIDANAN


CLINICAL PROSEDUR PLASENTA PREVIA
KEGAWATDARURATAN DALAM KEBIDANAN

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
AKI menurut WHO dihitung dari kematian perempuan yang terjadi selama hamil atau 42 hari setelah berakhirnya kehamilan akibat semua sebab yang terkait atau diperberat oleh kehamilan atau penanganannya. AKI bukan disebabkan oleh kecelakaan atau cedera. Evaluasi Millenium Deveopment Goals (MDGs) pada tahun 2015, kasus kematian ibu dan bayi baru lahir di Indonesia 305 per 100.000 kelahiran. Padahal target yang dicanangkan Perserikatan Bangsa-Bangsa adalah 102 per 100.000 kelahiran (Kompas, 2018).
Penyebab plasenta previa dapat disebabkanbeberapa faktor antara lain umur, paritas, dan riwayat endometrium yang cacat (riwayat SC, riwayat keguguran dan plasenta manual). Umur ibu terlalu muda atau dibawah 20 tahun dikarenakan endometrium masih belum sempurna untuk tempat perkembangnya plasenta dan bila umur ibu diatas 35 tahun merupakan faktor resiko plasenta previa, hal ini dikarenakan tumbuh endometrium yang kurang subur. Pada paritas tinggi kejadian plasenta previa makin besar karena endometrium yang belum sempat tumbuh, Riwayat abortus atau keguguran dapat menyebabkan plasenta previa karena vaskularisasi yang berkurang dan perubahan atropi pada desidua akibat persalinan lampau sehingga aliran darah ke plasenta tidak cukup dan memperluas permukaannya sehingga dapat menutupi jalan lahir (Manuaba, 2010).
Angka kejadian plasenta previa beriksar 4-5 per 1000 kehamilan. Angka kejadiannya berkisar 2,8/1000 persalianan pada kehamilan tunggal dan 3,9/1000 persalinan pada kehamilan kembar.Penelitian yang dilakukan oleh Ristyanto di RSUP Dr Kariadi pada tahun 2000 menunjukkan angka kejadian plasenta previa 75 dalam 2367 persalianan atau sekitar 3,16%.
Pada penugasan ini akan dibahas mengenai perdarahan pada kehamilan yaitu plasenta previa.
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana teori tentang plasenta previa?
2.      Bagaimana clinical prosedur plasenta previa?
C.    Tujuan
Untuk memahami teori dan clinical prosedur dalam kegawatdarratan kebidanan selama masa kehamilan (plasenta previa).

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.    Pengertian
Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim sedemikia rupa sehingga berdekatan atau menutupi ostium uteri internum secara partial maupun total (Cunningham, 2013).

B.     Klasifikasi
Terdapat beberapa kemungkinan implantasi plasenta pada plasenta previa (Cunningham, 2013):
1.      Plasenta previa totalis atau komplit: Plasenta yang menutupi seluruh ostium uteri internum
2.      Plasenta previa parsialis: Plasenta yang menutupi sebagian ostium uteri internum
3.      Plasenta previa marginalis: Plasenta yang tepinya berada pada pinggir ostium uteri internum
4.      Plasenta letak rendah: Plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim dimana tepi plasenta berjarak < 2 cm dari ostium uteri internum. Apabila tepi plasenta berjarak > 2 cm dari ostium uteri internum maka dianggap plasenta letak normal
Klasifikasi lain dari plasenta previa adalah sebagai berikut (Ngeh, 2006):
1.      Tipe I : tepi plasenta melewati batas sampai segmen bawah rahim dan berimplantasi < 5 cm dari ostium uteri internum
2.      Tipe II : tepi plasenta mencapai pada ostium uteri internum namun tidak menutupinya
3.      Tipe III : plasenta menutupi ostium uteri internum secara asimetris
4.      Tipe IV : plasenta berada di tengah dan menutupi ostium uteri internum
5.      Tipe I dan II disebut juga sebagai plasenta previa minor sedangkan tipe III dan IV disebut plesanta previa mayor.
C.    Etiologi
Etiologi plasenta previa belum diketahui secara pasti, namun beberapa faktor risiko telah ditetapkan sebagai kondisi yang berhubungan dengan terjadinya plasenta previa. Faktor risiko tersebut meliputi hamil usia tua, multiparitas, kehamilan ganda, merokok selama masa kehamilan, janin laki-laki, riwayat aborsi, riwayat operasi pada uterus, riwayat plasenta previa pada kehamilan sebelumnya dan IVF (Thomson, 2011).

D.    Patogenesis dan Patofisiologi
Penyebab plasenta melekat pada segmen bawah rahim belum diketahui secara pasti. Ada teori menyebutkan bahwa vaskularisasi desidua yang tidak memadahi yang mungkin diakibatkan oleh proses radang atau atrofi dapat menyebabkan plasenta berimplantasi pada segmen bawah rahim. Plasenta yang terlalu besar dapat tumbuh melebar ke segmen bawah rahim dan menutupi ostium uteri internum misalnya pada kehamilan ganda, eritroblastosis dan ibu yang merokok (Chalik, 2010).
Pada saat segmen bawah rahim terbentuk sekitar trisemester III atau lebih awal tapak plasenta akan mengalami pelepasan dan menyebabkan plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim akan mengalami laserasi. Selain itu, laserasi plasenta juga disebabkan oleh serviks yang mendatar dan membuka. Hal ini menyebabkan perdarahan pada tempat laserasi. Perdarahan akan dipermudah dan diperbanyak oleh segmen bawah rahim dan serviks yang tidak bisa berkontraksi secara adekuat (Chalik, 2010).
Pembentukan segmen bawah rahim akan berlangsung secara progresif, hal tersebut menyebabkan terjadi laserasi dan perdarahan berulang pada plasenta previa. Pada plasenta previa totalis perdarahan terjadi lebih awal dalam kehamilan bila dibandingankan dengan plasenta previa parsialis ataupun plasenta letak rendah karena pembentukan segmen bawah rahim dimulai dari ostium uteri internum.  Segmen bawah rahim mempunyai dinding yang tipis sehingga mudah diinvasi oleh pertumbuhan vili trofoblas yang mengakibatkan terjadinya plasenta akreta dan inkreta. Selain itu segmen bawah rahim dan serviks mempunyai elemen otot yang sedikit dan rapuh sehingga dapat menyebabkan perdarahan postpartum pada plasenta previa (Chalik, 2010).

E.     Gambaran Klinik
Setiap wanita dengan perdarahan vaginam setelah usia kehamilan lebih dari 20 minggu harus dicurigai sebagai plasenta previa. Selain itu dapat ditemukan perdarahan tanpa rasa nyeri, posisi abnormal dan presentasi letak tinggi. Diagnosis klinis sangat penting untuk mencurigai dan penatalaksanaan plasenta previa, namun diagnosis pasti tergantung dari hasil pemeriksanaan USG (Johnston, 2011).
Perdarahan tanpa nyeri biasanya mulai terjadi pada akhir trisemester II ke atas. Namun, perdarahan dapat terjadi sebelumnya dan dapat mengakibatkan aborsi akibat lokasi abnormal plasenta. Pada umumnya perdarahan akan berhenti akibat proses koagulasi dan akan berulang karena proses pembentukan segmen bawah rahim. Pada setiap pengulangan akan terjadi perdarahan yang lebih hebat (Chalik, 2010).
Pada plasenta previa totalis perdarahan biasanya terjadi lebih awal. Sedangkan pada plasenta previa parsialis dan plasenta letak rendah perdarahan terjadi mendekati atau saat persalinan dimulai (Chalik, 2010).
Pada plasenta previa jarang terjadi koagulopati karena tempat perdarahan dekat dengan ostium uteri sehingga darah mudah mengalir ke luar uterus dan tidak membentuk hematoma retroplasenta yang menyebabkan kerusakan jaringan dan pelepasan tromboplastik ke dalam sirkulasi maternal (Chalik, 2010).

F.     Diagnosis
Plasenta previa dapat didiagnosis dengan melihat gejala klinis dan pemeriksaan obstetri menggunakan USG. Pemeriksaan spekulum dapat dilakukan untuk menilai vagina dan serviks. Vaginal toucher harus dihindari pada semua ibu yang mengalami perdarahan antepartum sampai terdiagnosis bukan sebagai plasenta previa (OGCCU, 2009).
Beberapa metode pemeriksaan penunjang telah digunakan untuk mendiagnosis plasenta previa diantaranya USG transabdominal, USG transvaginal dan MRI. Penggunaan USG transvaginal lebih direkomendasikan karena mempunyai tingkat akurasi yang lebih baik dibandingkan dengan USG transabdominal. Terdapat beberapa kekurangan USG transabdominal yaitu visualisasi yang kurang baik pada plasenta letak posterior dan segmen bawah rahim akibat terhalang kepala bayi, obesitas serta keadaan kandung kemih yang kosong atau terlalu penuh. MRI juga mempunyai tingkat akurasi yang lebih baik bila dibandingkan dengan USG transabdominal. Namun tidak dapat memberikan gambaran lokasi plasenta sebaik USG transvaginal, selain itu MRI tidak tersedia pada semua pelayanan kesehatan (Oppenheimer, 2008)
.
G.    Penatalaksanaan
Prinsip dasar yang harus segera dilakukan pada semua kasus perdarahan antepartum adalah menilai kondisi ibu dan janin, melakukan resusitasi secara tepat apabila diperlukan, apabila terdapat fetal distress dan bayi sudah cukup matur untuk dilahirkan maka perlu dipertimbangkan untuk terminasi kehamilan dan memberikan Imunoglobulin anti D pada semua ibu dengan rhesus negatif (Neilson, 2008).
Penanganan ibu dengan plasenta previa simtomatik meliputi: setelah terdiagnosis maka ibu disarankan untuk rawat inap di rumah sakit, tersedia darah transfusi apabila dibutuhkan segera, fasilitas yang mendukung untuk tindakan bedah sesar darurat, rencana persalianan pada minggu ke 38 kehamilan namun apabila terdapat indikasi sebelum waktu yang telah ditentukan maka dapat dilakukan bedah sesar saat itu juga (Neilson, 2008).
Cara pesalinan ditentukan oleh jarak antara tepi plasenta dan ostium uteri internum dengan pemeriksaan USG transvaginal pada minggu ke 35 kehamilan. Apabila jaraknya >20 mm persalinan pervaginam kemungkinan besar berhasil. Apabila jarak antara tepi plasenta dengan ostium uteri internum 0-20 mm maka besar kemungkinan dilakukan bedah sesar, namun persalinan pervaginam masih dapat dilakukan tergantung keadaan klinis pasien (Oppenheimer, 2007).

H.    Karakteristik Maternal
1.      Usia Ibu
Angka kejadian plasenta previa meningkat seiring dengan bertambahnya usia ibu. Angka kejadiannya yaitu 1 per 1500 pada wanita usia < 20 tahun dan 1 per 100 pada wanita usia > 35 tahun. Pada ibu dengan usia tua akan terjadi pertumbuhan plasenta yang abnormal karena penurunan fungsi arteri intramiometrium dan arteri endometrium. Wanita usia > 35 tahunmemiliki risiko 1,1 kali lebih besar untuk terjadi plasenta previa bila dibandingkan dengan wanita berusia 35 tahun. Sedangkan penelitian yang dilakukan di RSUD Sragen tahun 2008 menyebutkan terdapat hubungan antara kejadian plasenta previa dengan usia ibu hamil. Angka kejadian pada Ibu dengan usia > 35 tahun sebanyak 15 orang (68,2 %) sedangkan pada usia 20-35 tahun adalah 7 kasus (31,8 %). Dapat disimpulkan bahwa ibu hamil dengan usia > 35 tahun mempunyai risiko 3,5 kali lebih besar untuk terjadinya plasenta previa (Cunningham, 2013).
2.      Paritas
Paritas tinggi berperan dalam proses peradangan dan kejadian atrofi endometrium yang mengakibatkan vaskularisasi desidua yang tidak memadahi sehingga menyebabkan plasenta previa. Peluang terjadinya plasenta previa pada multipara 2,53 kali lebih besar dibandingkan primipara (Aryanti, 2009).
3.      Usia Kehamilan saat Melahirkan
Plasenta previa lebih sering terjadi pada awal kehamilan. Plasenta previa dapat menetap ataupun tidak sampai aterm tergantung usia kehamilan dan lokasi plasenta. Hal ini terjadi karena adanya proses “migrasi” plasenta. Penelitian yang dilakukan pada 26 pasien dengan usia kehamilan rata-rata 29 minggu, plasenta terletak 20 mm dari ostium uteri dan 20 mm melalui ostium uteri hanya 3(11,5%) yang membutuhkan bedah sesar akibat plasenta previa saat melahirkan. Apabila plasenta yang melalui ostium uteri >20 mm setelah usia kehamilan 26 minggu maka diperkirakan membutuhkan bedah sesar saat persalinan (Oppenheime, 2008).
Angka kejadian plasenta previa (tepi plasenta mencapai atau menutupi ostium uteri) pada usia kehamilan 11-14 minggu sebesar 42%, saat usia kehamilan 20-24 minggu angka kejadiannya turun menjadi 3,9% dan hanya 1,9% saat aterm (Oppenheime, 2008).
Plasenta previa dapat didiagnosis dengan melihat gejala klinis salah satunya berupa perdarahan dan pemeriksaan obstetri menggunakan USG. Perdarahan terjadi karena terlepasnya plasenta dari desidua basalis akibat kontraksi uterus dan proses pendataran serviks yang biasanya terjadi pada akhir trisemester II ke atas. Perdarahan inilah yang menyebabkan kasus plasenta previa sering memerlukan iatrogenic preterm birth <34 minggu. Selain itu iatrogenic preterm birth juga dapat terjadi akibat persalinan preterm secara spontan. Waktu rata-rata antara diagnosis dan persalinan adalah 2 minggu (Daskalakisa, 2011)
4.      Riwayat Operasi pada Uterus
Cacat pada uterus misalnya akibat operasi bedah sesar, kerokan dan miomektomi berperan dalam proses peradangan dan kejadian atrofi endometrium yang mengakibatkan vaskularisasi desidua yang tidak memadahi sehingga menyebabkan plasenta previa (Chalik, 2010).
Angka kejadian plasenta previa pada kehamilan kedua dengan persalinan pervaginam saat kehamilan pertama sebesar 4,4 per 1000 kelahiran, sedangkan dengan bedah sesar sebesar 8,8 per 1000 kelahiran.30 Data lain menyebutkan ibu dengan riwayat bedah sesar satu kali mempunyai risiko 2,2 kali lebih besar untuk mengalami plasenta previa. Risiko semakin meningkat seiring dengan bertambahnya riwayat bedah sesar yaitu 4,1 kali untuk 2 kali bedah sesar dan 22,4 kali untuk riwayat 3 kali bedah sesar (Thomson, 2011).

I.       Cara Persalinan
Plasenta previa merupakan salah satu indikasi ibu untuk dilakukan bedah sesar. Bedah sesar adalah suatu persalinan buatan, dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram. Terdapat beberapa jenis bedah sesar yaitu seksio sesarea klasik, seksio sesarea transperitoneal profunda, seksio sesarea di ikuti dengan histerektomi, seksio sesarea ekstraperitoneal dan seksio sesarea vaginal (Saifuddin, 2010).
Kebanyakan seksio sesarea dilaksanakan melalui insisi melintang pada segmen bawah rahim bagian anterior terutama bila plasenta terletak di belakang dan segmen bawah rahim telah terbentuk dengan baik.16 Sedangkan pada plasenta previa dengan insersi plasenta di dinding depan segmen bawah rahim dilakukan seksio sesarea jenis klasik (Saifuddin, 2010).
J.      Clinical Prosedur Plasenta Previa
Plasenta Previa
Prosedur Klinik
No. Dokumen
Revisi,
Halaman

Tanggal Terbit
Ditetapkan,
Direktur

Definisi
Perdarahan bervaginam karena plasenta yang berimplantasi diatas atau mendekati ostium serviks interna.
Kriteria diagnosa
Anamnesis:
a.       Perdarahan pervaginam pada usia 20 minggu atau lebih
b.      Timbulnya perdarahan pervaginam secara spontan tanpa melakukan aktivitas akibat trauma pada abdomen
c.       Disertai nyeri atau tanpa nyeri akibat kontraksi uterus
d.      Beberapa faktor predisposisi:
1.      Kehamilan dengan ibu berusia lanjut
2.      Multiparitas
3.      Riwayat seksio sesarea sebelumnya
Pemeriksaan:
a.       Keadaan umum
b.      Vital sign:
- Tekanan darah
- Nadi
- Suhu
- Pernafasan
c.       Obstetrik
- Pemeriksaan luar: Bagian bawah janin sudah masuk PAP atau belum, Ada kelainan letak atau tidak
- Inspekulo : Perdarahan berasal dari ostium uteri atau dari kelainan serviks dan vagina
USG


Pemeriksaan Penunjang
a.       Laboratorium
Hemoglobin, hematocrit, trombosit, waktu pembekuan darah, waktu protombbin, waktu tromboplastin parsial, elektrolit plasma.
b.      Kardiotokografi
Leanec, Doppler untuk menilai status janin
c.       USG
Menilai letak plasenta, usia gestasi dan keadaan janin
Standar Tenaga
Bidan, Dokter umum, Dokter spesialis kebidanan dan kandungan
Perawatan RS
Pasien Perlu segera dirawat
Terapi
A.    Bila perdarahan sedikit : Dirawat sampai usia kehamilan > 36 minggu, mobilisasi bertahap. Bila ada kontraksi, lihat panangan persalinana preterm. Aapbila anemia berikan sulfat ferosus atauFerous Fumarat 60 mg selama 1 bulan.
B.     Bila perdarahan banyak
1.      Resusitasi cairan
2.      Atasi anemia
3.      PDMO
C.     Rawat inap, Tirah baring, dan diberika antibiotic profilaksis
D.    Plasenta previa totalis ( partus per abdominal atau seksio sesarea)
E.     Bukan plasenta previa totalis (partus per vaginam)
F.      Apabila tidak ada renjatan dengan usia gestasi 37 minggu atau lebih atau TBJ 2500 gram atau lebih
G.    Apabila ada renjatan, atasi renjatan, resusitasi cairan, dan tranfusi darah. Apabila tidak teratasi upayakan penyelamat optimal, bila teratasi partus per abdominal.
Penyulit
A.    Karena Penyakit
1.      Pada Ibu:
a.       Renjatan
b.      Gagal ginjal akut
c.       DIC
d.      Perdarahan
2.      Pada janin
a.       Asfiksia
b.      BBLR
B.     Karena Tindakan/ Terapi
1.      Pada Ibu
a.       Reaksi tranfusi
b.      Kelebihan cairan
c.       Renjatan
d.      Infeksi
2.      Pada Janin
A.    Asfiksia
B.     Infeksi
Informed Consent
Diperlukan secara tertulis saat pasien masuk
Konsultasi
Spesialis anak, Spesialis anastesi, Spesialis Penyakit dalam
Lama Perawatan
7 hari (tanpa komplikasi)
Masa Pemulihan
6 minggu setelah tindakan atau sampai melahirkan
Out put
Komplikasi : diharapkan minimal atau tidak ada
Kesembuhan: diharapkan sempurna
PA
-
Otopsi
-




BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A.    Kesimpulan
Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim sedemikia rupa sehingga berdekatan atau menutupi ostium uteri internum secara partial maupun total (Cunningham, 2013). Klasifikasi Plasenta ada 4 yaitu; plasenta previa marginalis, plasenta previa parsialis, plasenta previa totalis, dan plasenta letak rendah. Faktor terjadinya plasenta previa yaitu usia tua, multiparitas, kehamilan ganda, merokok selama masa kehamilan, janin laki-laki, riwayat aborsi, riwayat operasi pada uterus, riwayat plasenta previa pada kehamilan sebelumnya. Diagnosa plassenta previa berupa perdarahan segar dari jalan lahir, dan tidak ada rasa nyeri. Penegakkan diagnosa plasenta previa ditunjang dengan pemeriksaan USG untuk emastikan letak plasenta. Ibu hamil dengan plasenta previa biasanya akan dilakukan persalinan dengan operasi secsio caesarea.
B.     Saran
Mahasiswa kebidanan diharapkan dapat meninternalisasi nilai, norma dan etika akademik mengenai plasenta previa baik melalui jurnal, buku maupun praktik dilahan.


DAFTAR PUSTAKA
Aryanti DR. 2009. Hubungan Usia Ibu Hamil dengan Kejadian Plasenta Previa. Program Studi DIV Kebidanan. Surakarta: Universitas Sebelas Maret
Cunningham, dkk. (2013). Obstetri William. Jakarta : EGC
Daskalakisa G, dkk. (2011). Impact of Placenta Previa on Obstetric Outcome. International Journal of Gynecology & Obstetrics Vol: 114 halaman 238-241.
Neilson J. (2007). Interventions for suspected placenta praevia (Review). The Cochrane Collaboration
OGCCU. (2009). Antepartum haemorrhage Section B Clinical Guidelines. Australia:  King Edward Memorial Hospital Perth Western Australia
Oppenheimer L. (2008). Diagnosis and management of placenta previa.  International Journal of Gynecology and Obstetrics Volume 103, halaman 89-94
Saifuddin. (2010). Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Jakarta: PT.Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Saifuddin. L. (2010). Ilmu Bedah Kebidanan Seksio Sesarea. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Shela Kusumaningtyas . (2018). Angka Kematian Ibu dan Bayi di Indonesia Tinggi, Riset Ungkap Sebabnya. Artikel. (Online) (https://sains.kompas.com/read/2018/03/28/203300723/angka-kematian-ibu-dan-bayi-di-indonesia-tinggi-riset-ungkap-sebabnya, diakses pada 20 Oktober 2018)
Thomson A, Ramsay J. (2011). Antepartum Haemorrhage. RCOG Green-top Guideline No 63 1st edition


Komentar

Postingan populer dari blog ini

CRITICAL THINKING INTERPROFESSIONAL EDUCATION (IPE)

ETIKA BERKOMUNIKASI DENGAN DOSEN (MAKALAH ETIKA UMUM)

Mini Cex (Mini Clinical Evaluation Exercise) dan Form Mini Cex